Kamis, 14 Februari 2013

Rubah Tak Berekor


Rubah Tak Berekor
Di sebuah pedalaman, banyak pemburu yang sengaja memasang perangkap untuk menangkap binatang buruanya. Perangkap yang di pasang beraneka ragam, sesuai dengan buruan mereka. Ada yang kecil untuk menangkap kelinci, hingga yang besar untuk menangkap seekor beruang.

Pada suatu ketika, seekor rubah memasuki hutan yang penuh dengan perangkap tersebut. Tanpa disadarinya, sebuah perangkap yang terbuat dari penjepit besi hampir saja menebas lehernya. Untung saja dia cepat bereaksi, namun ekornya terhimpit gerigi besi perangkap itu. Dengan susah payah dia berusaha melepaskannya, apabila terlambat nyawanya pasti melayang ditangkap atau ditembak pemburu liar di hutan itu. Dengan meronta-ronta kesakitan, ia akhirnya dapat melepaskan diri dari perangkap tersebut. Namun sayangnya dia harus mengorbankan ekornya yang terpotong.

Dengan rasa kesakitan, rubah itu menghilang dan bersembunyi di pinggiran hutan untuk menyembuhkan luka pada ekornya. Selang beberapa lama ia berdiam di situ, lukanyapun sembuh. Karena menahan lapar selama bersembunyi, rubah itu memutuskan untuk tetap memberanikan diri memasuki hutan yang penuh dengan perangkap itu. Pada saat ia hendak memasuki hutan, terlihat sekawanan rubah lain sedang bergerombol di situ. Ia pun mengurungkan niat, karena ekornya yang sekarang tidak dimilikinya. Dalam hatinya ia berkata,”Aku pasti terlihat sangat jelek apabila bergabung bersama mereka, aku pasti ditertawakan karena ekorku telah terpotong. Apakah aku masih disebut sebagai seekor rubah ? Dapat saja mereka tidak mengenaliku bahkan dapat menyerangku karena terlihat asing dan aneh bagi mereka.”

Ia pun berpikir keras, untuk mendapatkan sebuah rencana, agar dapat diterima kembali dalam kawanan rubah itu. Tak memerlukan waktu lama, rubah itu mendapatkan suatu rencana, dan bermaksud akan menghampiri kawanan rubah itu pada malam hari agar bentuk tubuhnya tidak terlihat jelas.

Malampun tiba, rubah itu segera menghampiri kawanan rubah. “Selamat malam kawan-kawanku, apakah kalian memiliki sedikit makanan untuku ? Aku berjalan cukup jauh menuju tempat ini, namun tidak satupun makanan kudapati”, Sapanya berterus terang. Medengar suara rubah tanpa ekor itu, pemimpin kawanan rubah menghampirinya. “Bukankah saya mengenal engkau ? Engkau adalah rubah dari hutan ini juga seperti halnya kita semua di sini, mengapa engkau berkata tidak memiliki makanan sedangkan disini banyak makanan yang tersisa dari hasil pemburu liar. Ambilah beberap potong daging kelinci yang tersedia untuk memanaskan tubuhmu yang kelaparan itu.” Kata sang pemimpin.

Rubah tanpa ekor itupun segera mengambil beberapa potong daging kelinci yang tersisa untuk di makan. Karena begitu lapar, dia lupa bahwa bentuk tubuhnya dapat terlihat dengan jelas dibawah sinar bulan pada malam hari itu. “tunggu dulu !” Kata si pemimpin, “Kenapa engkau tidak memiliki ekor seperti kami ? jangan-jangan engkau bukanlah kawanan kami seperti yang tadi saya katakana.” Rubah tanpa ekorpun menyadari bahwa bentuk tubuhnya telah terlihat, namun dengan rencana liciknya dia langsung menjawab, “ya, saya memang berasal dari kawanan ini, namun beberapa hari yang lalu saya meninggalkan hutan ini, menuruni lembah dan menemui kawanan rubah baru. Waktu saya menemui mereka, saya disambut dengan sangat ramah. Mereka terlihat gagah dan cantik walau tanpa menggunakan ekor. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk memotong ekor saya, agar dapat terlihat gagah seperti mereka. Apabila kalian ingin terlihat gagah dan cantik seperti saya, kalian juga dapat membuang ekor kalian”.

Mendengar ucapan rubah tanpa ekor itu, seketika itu juga kawanan rubah menertawainya. “Bagaimana mungkin engkau dapat dikatakan rubah, kalau tidak memiliki ekor ? Justeru rubah yang menggunakan ekor adalah rubah yang terlihat gagah dan cantik,” kata seekor rubah dari kawanan itu. “Hentikan omong kosong mu rubah tak berekor! “, bentak sang pemimpin kawanan rubah. “Saya akan mengijinkan engkau menghabisi sisa makananmu, namun dengan satu syarat, setelah itu engkau harus pergi dari hutan ini dan bergabung dengan rubah khayalanmu itu”. Mendengar perkataan itu, rubah tak berekor menjadi malu dan berlalu dari kawanan rubah sambil membawa sepotong daging kelinci yang tersisa.

Kawanan rubah yang lain, melanjutkan tidurnya. Mereka bersyukur telah terhindar dari bujuk rayu rubah tak berekor yang licik itu.

Dari cerita ini, kita diingatkan bahwa tidak semua perbuatan licik dapat berjalan dengan lancar. Suatu waktu, mereka yang kerap berbuat licik akan ketahuan belangnya dan dipermalukan bahkan ditinggalkan orang-orang yang dekat denganya.

Cerpen Karangan: Damas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar